Pencetus Tari Sufi

Author: O.H.H.O /



Tarian sufi (beberapa sumber mengatakan 'sema') diciptakan oleh Jalaluddin Rumi. Seorang Sufi yang dilahirkan di kota Balkh-Afghanistan, 30 September 1273. Tarian berputar melawan arah jarum jam ini merupakan paduan warna dari tradisi, sejarah, kepercayaan, dan
budaya Turki. Kenapa Berputar ? Menurut Profesor Zaki Saritoprak, pakar dan pemerhati pemikiran Jalaluddin Rumi dari Monash University, Australia, berpandangan bahwa kondisi dasar semua yang ada di dunia ini adalah berputar. Tidak ada satu benda dan makhluk yang tidak berputar. Keadaan ini dikarenakan perputaran elektron, proton, dan neutron dalam atom yang
merupakan partikel terkecil penyusun semua benda atau makhluk.
Tarian sufi yang didominasi gerakan berputar-putar mengajak akal untuk menyatu dengan perputaran keseluruhan ciptaan dari tidak ada, ada, kemudian kembali
ke tiada. Berapa Lama Berputar Dalam berputar, penari tidak memiliki patokan waktu tentang “berapa lama ia harus berputar” atau “seberapa cepat putarannya”, tetapi penari dituntut terus berputar hingga ia kehilangan emosi dan menyerahkan diri sepenuhnya pada Yang Maha Kuasa.
Madzhab Syafi’iyyah. Menurut para ulama Syafi’iyyah hukum Tarian adalah Mubah menurut pendapat yang mu’tamad, kecuali jika ada tarian goyangan patah-patahnya seperti yang dilakukan para bencong (laki-laki yang berpura-pura jadi perempuan), maka hukumnya menjadi haram.
Syaikh Islam Zakariyya al-Anshari mengatakan :
(ﻭﺍﻟﺮﻗﺺ ) ﺑﻼ ﺗﻜﺴﺮ ( ﻣﺒﺎﺡ ) ﻟﺨﺒﺮ ﺍﻟﺼﺤﻴﺤﻴﻦ } ﺃﻧﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻗﻒ
ﻟﻌﺎﺋﺸﺔ ﻳﺴﺘﺮﻫﺎ ﺣﺘﻰ ﺗﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺤﺒﺸﺔ ﻭﻫﻢ ﻳﻠﻌﺒﻮﻥ ﻭﻳﺰﻓﻨﻮﻥ ﻭﺍﻟﺰﻓﻦ ﺍﻟﺮﻗﺺ { ﻷﻧﻪ
ﻣﺠﺮﺩ ﺣﺮﻛﺎﺕ ﻋﻠﻰ ﺍﺳﺘﻘﺎﻣﺔ ﺃﻭ ﺍﻋﻮﺟﺎﺝ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻹﺑﺎﺣﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﺻﺮﺡ ﺑﻬﺎ ﺍﻟﻤﺼﻨﻒ ﺍﻟﻔﻮﺭﺍﻧﻲ
ﻭﺍﻟﻐﺰﺍﻟﻲ ﻓﻲ ﻭﺳﻴﻄﻪ ﻭﻫﻲ ﻣﻘﺘﻀﻰ ﻛﻼﻡ ﻏﻴﺮﻫﻤﺎ ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﻘﻔﺎﻝ ﺑﺎﻟﻜﺮﺍﻫﺔ ﻭﻋﺒﺎﺭﺓ ﺍﻷﺻﻞ
ﻣﺤﺘﻤﻠﺔ ﻟﻬﺎ ﺣﻴﺚ ﻗﺎﻝ ﻭﺍﻟﺮﻗﺺ ﻟﻴﺲ ﺑﺤﺮﺍﻡ ( ﻭﺑﺎﻟﺘﻜﺴﺮ ﺣﺮﺍﻡ ﻭﻟﻮ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ) ﻷﻧﻪ
ﻳﺸﺒﻪ ﺃﻓﻌﺎﻝ ﺍﻟﻤﺨﻨﺜﻴﻦ
“ {Dan ar-Raqsh/tarian} tanpa goyangan alay hukumnya mubah karena ada dalil dari dua sahih Bukhari dan Muslim, bahwasanya Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk Aisyah dengan menutupinya sehingga Aisyah bias melihat kepada Habaysah yang sedang bermain, berzafin dan
menari “, karena hal itu hanyalah semata-mata gerakan kelurusan dan kebengkokan. Dan hukumnya mubah sebagaimana ditegaskan si mushannif al-Faurani dan al-Ghazali dalam kitab al-Wasithnya, itu juga ketentuan kalam lainnya. Al-Ghaffal mengatakannya makruh. Redaksi yang pertama kemungkinan asalnya makruh, dengan sekiranya ia berkata, “ Dan ar-Raqsh tidaklah haram (dan dengan goyangan alay maka hukumnya haram meskipun dari wanita) karena itu menyerupai prilaku para bencong “[2]
Dalam Hasyiah al-Qulyubi dan Umairah disebutkan :
( ﻻ ﺍﻟﺮﻗﺺ ) ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺍﻟﺪﻡ ﻟﻮ ﺭﻓﻊ ﺭﺟﻼ ﻭﻗﻌﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﺧﺮﻯ ﻓﺮﺣﺎ ﺑﻨﻌﻤﺔ ﺍﻟﻠﻪ
ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻠﻴﻪ ﺇﺫﺍ ﻫﺎﺝ ﺑﻪ ﺷﻲﺀ ﺃﺧﺮﺟﻪ ﻭﺃﺯﻋﺠﻪ ﻋﻦ ﻣﻜﺎﻧﻪ ، ﻓﻮﺛﺐ ﻣﺮﺍﺭﺍ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻣﺮﺍﻋﺎﺓ
ﺗﺰﻳﻦ ﻓﻼ ﺑﺄﺱ ﺑﻪ
“ {Dan bukan ar-Raqsh} Ibnu Abi ad-Dam mengatakan, “ Seandainya seseorang mengangkat satu kakinya dan duduk di atas satu kaki lainnya karena rasa gembira dengan nikmat Allah Ta’ala, jika sesuatu mengobarkan hatinya, maka dia mengeluarkan kaki satunya dan
menggoncangkannya dari tempatnya, lalu melompat beberapa kali tanpa memperhatikan perhatian manusia, maka itu tidaklah mengapa “. [3]
Imam an-Nawawi mengatakan :
ﻻ ﺍﻟﺮﻗﺺ، ﺇﻻ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻴﻪ ﺗﻜﺴﺮ ﻛﻔﻌﻞ ﺍﻟﻤﺨﻨﺚ
“ (Dan tidak haram) ar-Raqhs (tarian) kecuali jika ada goyangan patahnya seperti perilaku bencong “.[4]
Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan :
ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﺮﻗﺺ ﻓﻼ ﻳﺤﺮﻡ ﻟﻔﻌﻞ ﺍﻟﺤﺒﺸﺔ ﻟﻪ ﻓﻲ ﺣﻀﺮﺗﻪ ﻣﻊ ﺗﻘﺮﻳﺮﻩ ﻋﻠﻴﻪ
“ Adapun ar-Raqsh maka tidaklah haram karena perbuatan Habasyah di hadapan Nabi disertai pengakuan Nabi kepadanya “.[5]
Dalam fatwa beliau yang lain ketika ditanya tentang hukum tarian, beliau menjawab :
ﻧﻌﻢ ﻟﻪ ﺃﺻﻞ ﻓﻘﺪ ﺭُﻭﻯ ﻓﻰ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺃﻥّ ﺟﻌﻔﺮ ﺑﻦ ﺃﺑﻰ ﻃﺎﻟﺐ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺭﻗﺺ ﺑﻴﻦ
ﻳﺪﻯ ﺍﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠّﻢ ﻟﻤّﺎ ﻗﺎﻝ ﻟﻪ ” ﺃﺷﺒﻬﺖ ﺧَﻠﻘﻰ ﻭﺧُﻠﻘﻰ ” ﻭ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ
ﻟﺬّﺓ ﺍﻟﺨﻄﺎﺏ ﻭ ﻟﻢ ﻳﻨﻜﺮ ﻋﻠﻴﻪ ﺻﻠّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠّﻢ
“ Ya, tarian memiliki dasar pijakannya. Sungguh telah diriwayatkan dala satu hadits bahwasanya Jakfar bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu menari di hadapan Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau bersabda, “ Engkau menyerupaiku dari rupa dan akhlakmu “. Hal itu karena merasakan lezatnya pembicaraan Nabi padanya dan Nabi pun tidak mengingkarinya…”. [6]
Madzhab Hanbaliyyah. Menurut ulama Hanabilah, ar-Raqsh hukumnya makruh jika bertujuan permainan, dan mubah jika ada hajat syar’iyyah. Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya tentang orang-orang shufi dan tarian mereka :
ﺇﻥّ ﻫﺆﻻﺀ ﺍﻟﺼﻮﻓﻴﺔ ﺟﻠﺴﻮﺍ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﻮﻛﻞ ﺑﻐﻴﺮ ﻋﻠﻢ ” ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ
ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺃﻗﻌﺪﻫﻢ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ” ﻓﻘﻴﻞ ﻟﻪ ” ﺇﻥّ ﻫﻤّﺘﻬﻢ ﻛﺒﻴﺮﺓ ” ﻗﺎﻝ ﺃﺣﻤﺪ ” ﻻ ﺃﻋﻠﻢ ﻗﻮﻣًﺎ
ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ ﺍﻷﺭﺽ ﺃﺣﺴﻦ ﻣﻦ ﻗﻮﻡ ﻫﻤّﺘُﻬﻢ ﻛﺒﻴﺮﺓ ” ﻓﻘﻴﻞ ﻟﻪ ” ﺇﻧّﻬﻢ ﻳﻘﻮﻣﻮﻥ ﻭ ﻳﺮﻗﺼﻮﻥ
ﻓﻘﺎﻝ ﺃﺣﻤﺪ “ ﺩﻋﻬﻢ ﻳﻔﺮﺣﻮﺍ ﻣﻊ ﺍﻟﻠﻪ ﺳﺎﻋﺔ
“ Sesungguhnya mereka para shufi duduk di dalam masjid-masjid dengan tawakkal tanpa ilmu ?, maka imam Ahmad menjawab, “ Mereka pakai ilmu, duduklah bersama mereka di masjid-masjid “. Ada juga yang bertanya, “ Semangat mereka besar sekali “, imam Ahmad menjawab, “ Aku tidak mengetahui suatu kaum di muka bumi ini yang lebih baik dari kaum yang semangatnya besar “. Lalu ditanya lagi, “ Sesungguhnya mereka (para shufi) itu berdiri dan menari-
nari “, maka imam Ahmad menjawab, “ Biarkan mereka bergembira sesaat bersama Allah “. [7]

Al-Mardawi mengatakan :
ﻭﺫﻛﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﺳﻴﻠﺔ : ﻳﻜﺮﻩ ﺍﻟﺮﻗﺺ ﻭﺍﻟﻠﻌﺐ ﻛﻠﻪ ، ﻭﻣﺠﺎﻟﺲ ﺍﻟﺸﻌﺮ
“ Disebutkan dalam al-Wasilah, : Dimakruhkan ar-Raqsh dan semua yang bersifat permainan dan majlis-majlis syi’ir“. [8]
Al-Bahuti mengatakan :
( ﻭﻳﻜﺮﻩ ﺍﻟﺮﻗﺺ ﻭﻣﺠﺎﻟﺲ ﺍﻟﺸﻌﺮ ﻭﻛﻞ ﻣﺎ ﻳﺴﻤﻰ ﻟﻌﺒﺎ ) ﺫﻛﺮﻩ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﺳﻴﻠﺔ
ﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻘﺒﺔ ﺍﻵﺗﻲ ( ﺇﻻ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻣﻌﻴﻨﺎ ﻋﻠﻰ ﻗﺘﺎﻝ ﺍﻟﻌﺪﻭ ) ﻟﻤﺎ ﺗﻘﺪﻡ
“ Dan dimakruhkan ar-Raqsh dan majlis-majlis syi’ir dan semua yang dinamakan permainan. Telah disebutkan dalam al-Wasilah karena ada hadits Uqbah yang akan datang. Kecuali ar-Raqsh atau permainan yang membantu atas memerangi musuh, sebagaimana telah berlalu “. [9] Madzhab Malikiyyah. Imam ash-Shawi mengatakan :
ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﺮﻗﺺ ﻓﺎﺧﺘﻠﻒ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ، ﻓﺬﻫﺒﺖ ﻃﺎﺋﻔﺔ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻜﺮﺍﻫﺔ ، ﻭﻃﺎﺋﻔﺔ ﺇﻟﻰ ﺍﻹﺑﺎﺣﺔ ،
ﻭﻃﺎﺋﻔﺔ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺘﻔﺮﻳﻖ ﺑﻴﻦ ﺃﺭﺑﺎﺏ ﺍﻷﺣﻮﺍﻝ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ ﻓﻴﺠﻮﺯ ﻷﺭﺑﺎﺏ ﺍﻷﺣﻮﺍﻝ ، ﻭﻳﻜﺮﻩ ﻟﻐﻴﺮﻫﻢ
، ﻭﻫﺬﺍ ﺍﻟﻘﻮﻝ ﻫﻮ ﺍﻟﻤﺮﺗﻀﻰ ، ﻭﻋﻠﻴﻪ ﺃﻛﺜﺮ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﻮﻏﻴﻦ ﻟﺴﻤﺎﻉ ﺍﻟﻐﻨﺎﺀ ، ﻭﻫﻮ
ﻣﺬﻫﺐ ﺍﻟﺴﺎﺩﺓ ﺍﻟﺼﻮﻓﻴﺔ ، ﻗﺎﻝ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻋﺰ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺴﻼﻡ : ﻣﻦ ﺍﺭﺗﻜﺐ ﺃﻣﺮﺍ ﻓﻴﻪ
ﺧﻼﻑ ﻻ ﻳﻌﺰﺭ ﻟﻘﻮﻟﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ : } ﺍﺩﺭﺀﻭﺍ ﺍﻟﺤﺪﻭﺩ ﺑﺎﻟﺸﺒﻬﺎﺕ { ، ﻭﻗﺎﻝ ﺻﻠﻰ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : } ﺑﻌﺜﺖ ﺑﺎﻟﺤﻨﻴﻔﻴﺔ ﺍﻟﺴﻤﺤﺔ { ، ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : } ﻭﻣﺎ ﺟﻌﻞ ﻋﻠﻴﻜﻢ
ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻣﻦ ﺣﺮﺝ { ﺃﻱ ﺿﻴﻖ
“ Adapun ar-Raqsh, maka para ulama fiqih berbeda pendapat; sekelompok ulama menghukuminya makruh, sekelompok lainnya menghukumi mubah dan sekelompok ulama lainnya membedakannya di Antara orang-orang yang memiliki ahwal dan selainnya, maka hukumnya boleh bagi orang-orang yang memiliki ahwal dan makruh bagi selainnya. Inilah ucapan yang diridhai dan atas pendapat ini mayoritas ulama fiqih yang membolehkan nyanyian, dan inilah madzhab para sadah shufiyyah. Imam Izzuddin bin Abdissalam berkata, “ Barangsiapa yang melakukan suatu perkara yang masih ada perbedaan pendapat di Antara ulama, maka tidak boleh dita’zir, karena Nabi bersabda, “
Hindarilah menghukum dengan perkara yang masih syubhat “, Allah juga berfirman, “ Allah tidak menjadikan kesempitan dalam agama “. [10]
Madzhab Hanafiyyah. Ibrahim al-Halbi al-Hanafi mengatakan :
ﻭﻣﺎ ﺫﻛﺮﻩ ﺍﻟﺒﺰﺍﺯﻱ ﻣﻦ ﺍﻹﺟﻤﺎﻉ ﻋﻦ ﺗﺤﺮﻳﻢ ﺍﻟﺮﻗﺺ ﻣﺤﻤﻮﻝ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﺍﻗﺘﺮﻥ ﺑﺸﻲﺀ ﻣﻦ
ﺍﻟﻠﻬﻮ ﻛﺎﻟﺪﻑِّ ﻭﺍﻟﺸﺒَّﺎﺑﺔ ، ﻭﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ ، ﺃﻭ ﺑﺎﻟﺘﻜﺴﺮ ﻭﺍﻟﺘﻤﺎﻳﻞ ، ﻭﺃﻣَّـﺎ ﻣﺠﺮﺩ ﺍﻟﺮﻗﺺ
ﻓﻤﺨﺘﻠﻒ ﻓﻲ ﺣﺮﻣﺘﻪ
“ Dan apa yang telah disebutkan oleh al-Bazzaazi tentang adanya ijma’ keharaman ar-Raqsh, maka itu diarahkan jika disertai sesuatu yang bersifat permaianan seperti daff dan syabbabah atau dengan adanya goyangan (alay seperti bencong). Adapun hanya ar-Raqsh (tarian) semata, maka hukumnya ada perbedaan di Antara ulama “.[11]
Ibnu Abidin mengatakan :
( ﻗﻮﻟﻪ ﻭﻛﺮﻩ ﻛﻞ ﻟﻬﻮ ) ﺃﻱ ﻛﻞ ﻟﻌﺐ ﻭﻋﺒﺚ ﻓﺎﻟﺜﻼﺛﺔ ﺑﻤﻌﻨﻰ ﻭﺍﺣﺪ ﻛﻤﺎ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ
ﺍﻟﺘﺄﻭﻳﻼﺕ ﻭﺍﻹﻃﻼﻕ ﺷﺎﻣﻞ ﻟﻨﻔﺲ ﺍﻟﻔﻌﻞ ، ﻭﺍﺳﺘﻤﺎﻋﻪ ﻛﺎﻟﺮﻗﺺ ﻭﺍﻟﺴﺨﺮﻳﺔ ﻭﺍﻟﺘﺼﻔﻴﻖ
ﻭﺿﺮﺏ ﺍﻷﻭﺗﺎﺭ ﻣﻦ ﺍﻟﻄﻨﺒﻮﺭ ﻭﺍﻟﺒﺮﺑﻂ ﻭﺍﻟﺮﺑﺎﺏ ﻭﺍﻟﻘﺎﻧﻮﻥ ﻭﺍﻟﻤﺰﻣﺎﺭ ﻭﺍﻟﺼﻨﺞ ﻭﺍﻟﺒﻮﻕ ، ﻓﺈﻧﻬﺎ
ﻛﻠﻬﺎ ﻣﻜﺮﻭﻫﺔ ﻷﻧﻬﺎ ﺯﻱ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ
“ Ucapan : Dan dimakruhkan semua permaianan. Yakni semua permainan, tiga perkara itu bermakna satu sebagaimana dalam syarh at-Takwilat, dan memuthlakkannya mencangkup perbuatan itu sendiri. Mendengarkannya sama seperti ar-Raqsh (menari), ejekan, bertepuk tangan dan memetik senar mandolin, rabab, terompet dam simbal, maka semua itu hukumnya makruh
karena itu hiasan kaum kafir “[12]
Kesimpulan dari pendapat ulama fiqih :
1. Hukum ar-Raqsh (Tarian), para ulama berbeda pendapat; menurut madzhab Syafi’iyyah hukumnmya diperinci; jika tidak ada goyangan sebagaimana perilaku bencong (laki-laki yang berpura-pura jadi perempuan), maka hukumnya boleh, jika ada maka hukumnya haram. Menurut madzhab Hanbaliyyah hukumnya makruh jika ada unsur permainanannya. Menurut madzhab Malikiyyah hukumnya diperinci. Menurut madzhab Hanafiyyah hukumnya makruh. Dan ada sebagian ulama yang menghukumi haram.
2. Ar-Raqsh masih dalam persoalan ijtihadiyyah furu’iyyah di Antara ulama, maka tidak sepatutnya terjadi perseteruan keras dalam hal ini.

Makna Busana dan Gerakan Tari Sufi

Author: O.H.H.O /

  • Makna Gerakan Tari Sufi

Gerakan tarian sufi cukup sederhana. Penari berputar melawan arah jarum jam. Kaki kiri sebagai poros putaran dan kaki kanan yang melakukan putarannya. Sedangkan gerakan tangan hanya mengarahkan telapak tangan kanan ke atas dan tangan kiri menghadap ke bawah.
            Pada dasarnya, tarian sufi memiliki gerakan yang lebih sederhana dibandingkan dengan gerakan tarian pada umumnya. Gerakan tarian sufi hanyalah gerakan memutar di tempat ke arah yang berlawanan dengan arah jarum jam. Dalam berputar, penari tidak memiliki patokan waktu tentang “berapa lama ia harus berputar” atau “seberapa cepat putarannya”, tetapi penari dituntut terus berputar hingga ia kehilangan emosi dan menyerahkan diri sepenuhnya pada yang maha kuasa.
            Gerakan berputar melawan arah jarum jam itu sendiri dalam tarian sufi memiliki arti bahwa pada dasarnya segala hal berputar. Segala yang ada memiliki kondisi dasar berputar, tidak ada beda atau satu makhluk pun yang tidak berputar. Keadaan seperti itu terjadi karena electron, proton dan neutron yang merupakan inti penyusun semua makhluk dan benda berputar. Semua putaran yang terjadi bergerak melawan arah jarum jam.
            Putaran juga sama terjadi pada kehidupan manusia. Manusia berawal dari tidak ada, kemudaian menjadi ada, dan pada akhirnya kembali tiada. Juga semua makhluk dan benda yang ada mengalami perputaran kehidupan yang sama. Tetapi dari perputaran tersebut tidak ada satu pun yang melenceng dari porosnya. Semua yang berputar terus mengikuti aturan yang ada dan bergerak pada satu poros yang telah diciptakan oleh Allah.
            Gerakan tangan pun memiliki makna yang sangat dalam.
Tangan kanan yang menghadap ke atas memiliki makna bahwa sang penari mendapatkan hidayah dari Allah, kemudian tangan kiri yang menghadap ke bawah memiliki makna menyebarkan hidayah yang telah diterima. Ini menyimbolkan adanya hubungan yang baik antara makhluk dengan Sang Khalik dan hubungan antara makhluk dengan makhluk lainnya.
            Selain itu, garakan kaki para penari sufi juga memiliki beberapa makna tentang kehidupan. Kaki kanan yang digunakan untuk melakukan putaran memiliki makna bahwa seseorang akan melangkah ke arah yang lebih baik. kaki kanan pun ketika melakukan pergerakan menyimbolkan bahwa ia menginjak-injak segala sifat keduniawian dan memilih untuk melangkah kea rah yang benar yaitu, seusuai putaran yang sebenarnya. Kaki kiri sebagai tumpuan pun memiliki makna bahwa bagaimanapun seseorang bergerak asalkan memiliki tumpuan yang elas maka orang tersebut tidak akan terperosok ke dalam jurang kemaksiatan.    
  • Makna Busana (kostum) Tari Sufi

Tarian sufi punya ciri khas tersendiri dibanding jenis tarian lain. Keunikan itu terdapat pada kostum yang dikenakan, juga gerakan memutar ke arah kiri.
Tarian ini tak hanya mengandalkan kekuatan cinta pada Ilahi saja melainkan makna filosofi kehidupan. Filosofi pertama terletak pada bagian topi memanjang yang dikenal dengan sebutan sikke. Sikke melambangkan batu nisan para wali dan sufi yang ada di dataran Timur Tengah. Selanjutnya, Jubah hitam melambangkan alam kubur yang ketika dilepaskan melambangkan kelahiran kembali menuju kebenaran. Sedangkan tennur putih melambangkan kain kafan yang membungkus ego. Maknanya agar senantiasa manusia selalu mengingat kematian.
Selalu mengingat kematian merupakan salah satu cara paling dahsyat untuk mengendalikan hawa nafsu dan ego duniawi. Seorang penari sufi diartikan sama dengan berjuang melawan ego.
Warna kostum asli (penari sufi) hitam dan putih. Mengingat mati sebelum mati. Ini berguna untuk mengendalikan ego. Islam itu indah mengajarkan kelembutan. Jihad yang sebenarnya adalah melawan ego. 




Di bagian kaki, penari sufi memakai alas khusus yang disebut kuff. Penari sufi memakai kuff. Kuff adalah kulit yang dipergunakan Rasullulah pada musim dingin sebagai alas kaki. Digunakannya kuff untuk menghindari menjejak bumi karena energi bumi negatif, penuh keduniawian.
Yang istimewa, jika seseorang memakai kuff pada saat berwudhu, maka tidak perlu dilepas seperti sendal atau sepatu biasa. Ada alasannya. Apa itu? "Untuk menghindari menjejak bumi secara langsung karena energi bumi cenderung negatif, penuh keduniawian. Rasul suka pakai kuff saat musim dingin, lalu dilapisi lagi dengan sandal. Kuff sendiri terbuat dari kulit."
Sementara, gerakan memutar ke arah kiri melambangkan putaran alam semesta, putaran tawaf di Ka'bah, dan putaran surgawi Ilahiah.
Terakhir, kostum jubah berukuran besar mengikuti pakaian yang dikenakan Rasulullah pada saat itu. Dengan kostum yang berukuran besar di bagian bawah, tarian akan lebih indah dan menarik.

Buscar

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular

Blogroll

Blogger templates

About